Aku Memilih Setia

AKU MEMILIH SETIA 

Ku mulai menghitung 3 bulan terakhir ia jarang menghubungiku, jangankan untuk menanyakan keadaan bapak ibu, menanyakan keadaanku saja ia jarang sekali. Awalnya alasan banyak kerjaan dan lama-lama alasan itu sudah tidak masuk akal. Hatiku mulai resah. Bagaimana tidak, aku wanita yang sudah berumur hampi 27 ini belum dinikahi juga. Kuhitung lagi 1 bulan terakhir ia sudah menghubungiku lagi. Aku semakin sepi dan bertanya-tanya, mau dibawa kemana hubungan ku ini?.
Masalah ini menyita waktu ku juga pikiranku. Ibu yang selalu memperhatikan ku juga sedih melihat keadaanku.
“Bagaimana dengan Farhan?” tanya ibu suatu hari di teras rumah yang melihatku duduk termenung sendiri.
“Ndak tahu bu. Dia sudah tidak menghubungiku lagi”.
“Lha terus kapan ia akan melamarmu?”
Aku hanya diam dan menikmati butiran air hujan yang turun menyentuh pucuk-pucuk daun itu.
“Daripada lama-lama menunggu dia tanpa kabar, ya kamu cari saja yang lain.”
“Ndak semudah itu bu.” Ibu hanya diam saja melihat diriku seperti ini..
Hari berganti hari, minggu telah berganti minggu. Penantian ini masih nihil hasilnya. Nyatanya Mas Farhan sampai saat ini belum menghubungiku. Akhirnya dengan kesepakatan bersama, aku mau dijodohkan dengan lelaki pilihan bapak dan ibu.

Mas Yusuf, lelaki yang akan dijodohkan denganku itu. Dia tidaklah tampan seperti Mas Farhan, namun ia lebih soleh dan menomor satukan agama. Dua minggu aku mengenalnya dan Mas Yusuf melamarku. Jujur saja tidak ada sedikit pun rasa cinta ini untuknya. Aku lakukan semua ini demi kepatuhanku sebagai anak kepada orangtuaku, dan disamping itu aku sudah menunggu Mas Farhan terlalu lama. Akhirnya aku dan kedua orangtuaku menerima lamaran itu. Mereka juga sudah menentukan tanggal pernikahannya.
Sebulan sudah aku dilamar Mas Yusuf, dan sepuluh hari sebelum acara itu dimulai. Aku dikagetkan oleh kedatangan seseorang yang telah menghilang dulu, Mas Farhan. Ia datang untuk menepati janjinya.
“Dek, sekarang aku datang. Aku akan menepati janjiku.”
“Janji apa? janji itu sudah melayang, sudah pudar.”
“Maksud kamu?”
“Selama ini mas kemana saja. Dulu mas berjanji akan selalu memberiku kabar atau menelefonku. Tapi beberapa bulan terkahir mas menghilang begitu saja tanpa pamitan padaku, nomor mas juga tidak bisa dihubungi. Sekarang mas datang dan mau menepati janji.” suaraku sedikit sinis.
“Maafkan mas dek, waktu itu mas benar-benar sibuk dan nomer mas sudah mas ganti. Karena banyak teroris yang selalu menghubungi mas”.
“Sudah lah mas, semua alsan mas itu mas simpan sendiri. Maaf mas, aku sudah dijodohkan dengan orang lain pilihan bapak ibu.”
Air mata menetes di pipi Mas Farhan, kulihat wajahnya sangat pilu, luka dan mungkin sangat perih.
“Maafkan saya mas. Saya lebih memilih setia pada suami saya, meski saya tahu cinta mas begitu besar. Ini semua demi kepatuhanku terhadap bapak ibu yang jasanya tiada pernah bisa kuhitung”.
“Jika pilihan dek Yuyum begitu, baiklah mas hanya bisa mendo`akanmu semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah. Aamiin.” katanya sedikit serak.
Setelah itu Mas Farhan pamitan pulang, dan aku. Aku akan terus setia pada Mas Yusuf juga akan menjadi istri yang soleha baginya.
Cerpen Karangan: Bunga Sholekha
Facebook: Bunga Sholekha

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar